5 Kali Dipermalukan Inter! Sudah Waktunya AC Milan Pecat Stefano Pioli?

Kalah di sebuah pertandingan sudah terasa menyakitkan, apalagi di laga derby, dan makin menyakitkan lagi jika kekalahan tersebut di dapat dengan skor telak. Seperti yang dialami AC Milan di Derby della Madonnina edisi ke-238.

Para pendukung AC Milan menderita mimpi terburuk mereka setelah tim kesayangannya takluk 5-1 dari sang rival bebuyutan, Inter Milan. Sebuah kekalahan yang begitu telak, tragis, dan tentu saja memalukan. Pasalnya, kekalahan tersebut membuat Milan mencatat rekor buruk, sekaligus membuat nama Stefano Pioli mencatat rekor memalukan dalam buku sejarah rossoneri.

Akan tetapi, apa tanggapan Pioli setelah dirujak 5-1 oleh Inter? Dalam konferensi pers setelah Derby Milan, Pioli bereaksi dengan marah ketika seorang reporter bertanya apakah ia merasa sudah waktunya meminta maaf kepada para fans.

“Saya tidak setuju dengan ide untuk meminta maaf kepada para penggemar. Apakah Anda pikir kami ingin kemasukan lima gol dari Inter dan kalah dalam laga derby? Kami kecewa, sama seperti para fans. Anda seharusnya hanya meminta maaf ketika Anda melakukan kesalahan dengan sengaja,” kata Pioli dikutip dari Football Italia.

Sikap dari Stefano Pioli ini menunjukkan Milan dipimpin oleh orang seperti apa. Sungguh memalukan bukan tim sebesar AC Milan dipegang oleh seseorang yang masih bisa membela diri atau mencari-cari alasan ketika dirinya berhasil membuat orang-orang di sekitarnya kecewa.

Menyusul kekalahan telak yang meninggalkan rekor buruk dalam catatan sejarah Derby della Madonnina, tagar PioliOut kembali menggema di linimasa media sosial. Pemecatan Pioli dirasa sudah mendesak.

Namun sebelum membahas ke arah sana, mari kita bahas beberapa kesalahan Stefano Pioli yang menjadi penyebab Milan bisa kalah dengan skor yang begitu tragis di Derby della Madonnina edisi ke-238.

“Si Kepala Batu” yang Bikin Milan Kalah 5-1

Milan sejatinya menatap laga derby ini dengan lebih siap. Aktivitas transfer yang menghasilkan 10 pemain baru sukses menambah kedalaman skuad. Milan juga sukses menyapu bersih 3 giornata pertama Serie A musim ini dengan kemenangan meyakinkan kontra Bologna, Torino, dan AS Roma.

Namun hasil pertandingan di Derby della Madonnina menunjukan fakta sebaliknya. Simone Inzaghi dan Inter terlihat seperti tak menemui kesulitan untuk menjinakkan Milan. Skor telak 5 berbanding 1 adalah buktinya.

Menurut hemat kami, setidaknya ada dua kesalahan elementer yang dilakukan Stefano Pioli yang membuat AC Milan dibantai Inter. Pertama, pendekatan taktik Pioli yang salah. Kedua, Pioli tidak bisa membaca situasi pertandingan dengan tepat.

Pioli memang pantas mendapat julukan “Si Kepal Batu”. Menghadapi Inter yang sama bagusnya ketika bermain possession ataupun counter-attacks dan punya segudang pemain yang punya kecepatan, Pioli tetap memaksakan taktiknya dan tidak adaptif dengan taktik lawan, meski kondisi anak asuhnya tidaklah ideal.

Formasi Milan memang berubah dari 4-2-3-1 menjadi 4-3-3, menghilangkan playmaker yang diganti dengan dua gelandang pembawa bola seperti Tijjani Reijnders dan Ruben Loftus-Cheek. Hasilnya memang Milan bermain lebih menyerang dengan jumlah penguasaan bola yang meningkat.

Akan tetapi, secara garis besar, taktik Pioli tidak banyak berubah, bahkan cenderung sama. Artinya, tim manapun yang biasa menghadapi Milan pasti sudah paham titik lemahnya. Dan taktik yang tidak bekerja dengan baik melawan Inter itu kembali dipakai Pioli di laga Derby Milan ke-238.

Tanpa Tomori yang absen karena kartu merah, serta Kalulu dan Bennacer yang cedera, Milan hanya punya Simon Kjaer dan Malick Thiaw di posisi bek sentral. Keduanya bukanlah bek yang dibekali atribut kecepatan. Sedangkan di posisi gelandang bertahan hanya ada Rade Krunic.

Sementara itu, Davide Calabria tetap dipaksa bermain sebagai inverted fullback. Begitu pula dengan Theo Hernandez yang tetap diminta aktif membantu serangan. Milan tetap bermain high pressing dengan garis pertahanan tinggi. Hasilnya tentu saja fatal!

Faktanya, empat dari lima gol yang bersarang di gawang Mike Maignan bermula dari situasi serangan balik Inter yang gagal dihalau Milan.

Milan sebenarnya tak seburuk itu, setidaknya hingga Rafael Leao membuat kedudukan menjadi 2-1. Namun, setelah itu Milan justru kembali kendur dan kebobolan. Setelah gol kedua Henrikh Mkhitaryan, Milan terlihat sudah habis. Reaksi Leao yang tertangkap kamera adalah buktinya.

Meski terlambat, hal yang bisa dilakukan Pioli adalah memasukkan pemain bertipe bertahan yang setidaknya bisa meredam serangan Inter dan membuat Milan tak kebobolan lebih banyak. Namun, Pioli justru memasukkan pemain bertipikal menyerang yang kebanyakan adalah pemain yang menit bermainnya masih sedikit dan tidak punya pengalaman di laga derby.

Masuknya Noah Okafor, Luka Jovic, Florenzi hingga Yunus Musah yang masuk menggantikan Giroud, Reijnders, Calabria, dan Loftus-Cheek tidak memberi dampak positif dan justru membuat pertahanan Milan makin terbuka. Gol penalti Hakan Calhanoglu dan Davide Frattesi yang menutup laga dengan skor kemenangan 5-1 untuk Inter Milan tercipta setelah pergantian tersebut terjadi.

Para pemain pun jadi pesakitan di laga ini, khususnya mereka para pemain bertahan. Lebih khusus lagi Malick Thiaw yang dua kali dipecundangi Marcus Thuram yang berhasil mencetak gol spektakuler di menit ke-38. Para rekrutan anyar seperti Pulisic, Loftus-Cheek, dan Reijnders juga gagal memberi impact bagus seperti di 3 laga pertama mereka.

Para pemain Milan memang tidak terlihat militan, kontras dengan apa yang diperlihatkan Inter. Namun, mimpi buruk itu seharusnya tidak terjadi atau minimal bisa diantisipasi jika Pioli bisa membaca situasi dengan baik dan punya pendekatan taktik yang lebih tepat. Sayangnya, Stefano Pioli memilih untuk tetap menjadi “Si Kepala Batu”.

Stefano Pioli Mulai Arogan?

Kekalahan 5-1 yang diderita AC Milan di Derby della Madonnina menyisakan duka mendalam dan meninggalkan noda hitam dalam catatan sejarah Milan. Kekalahan tersebut merupakan kekalahan kelima beruntun Milan dari Inter.

Sebelumnya, Milan sudah kalah 3-0 di laga Supercoppa. Lalu, takluk 1-0 di giornata 21 Serie A musim lalu. Kemudian dua kali kalah dengan skor agregat 3-0 di semifinal Liga Champions.

Sebelumnya, Milan tak pernah kalah dari Inter di kompetisi Eropa. Ini juga pertama kalinya Milan menelan 5 kekalahan beruntun dari Inter dengan rekor yang begitu buruk, yakni 12 kali kebobolan dan hanya mampu mencetak 1 gol. Dan semua kekalahan tersebut didapat di tahun 2023 dan semuanya terjadi di era Stefano Pioli.

Setelah kekalahan tersebut, Pioli mendapat kritik keras atas pilihan taktik dan komentarnya di depan media. Idealnya, seorang pelatih harus menerima kekalahan ketika timnya menderita kekalahan yang begitu telak, tetapi Pioli enggan meminta maaf kepada para penggemar dan justru masih sempat-sempatnya membuat pembelaan.

Pioli berkata kalau “70 menit pertama berjalan baik, hanya 15 menit terakhir yang perlu dilupakan”. Pioli juga berkata kalau “di empat menit pertama, hanya Milan yang menguasai bola”.

Pioli memang tak salah. Milan menang penguasaan bola hingga 60%. Namun, apalah arti possession kalau ujung-ujungnya hanya mampu mencetak sebiji gol saja, sementara sang kiper harus 5 kali memungut bola dari jala gawangnya sendiri.

Pioli memang masih terlihat positif dan berusaha agar anak asuhnya tak kena mental. Namun, pernyataannya tadi menunjukkan kalau ada jalan pikir yang salah dari Pioli. Jurnalis Andrea Longoni menyoroti pernyataan Pioli sebagai “kurangnya kesadaran diri yang kritis”, sementara jurnalis Fabio Ravezzani menilai kalau “Pioli menjadi arogan”.

Komentar Pioli pasca kekalahan telak 5-1 dari Inter telah menimbulkan kontroversi sekaligus kebingungan, termasuk di mata manajemen Milan. Oleh karena itu, kami bertanya kepada fans Milan. Apakah akan terus membiarkan Milan dipimpin oleh orang seperti Stefano Pioli?

Kapan Waktu yang Tepat Untuk Memecat Pioli?

Idealnya, Milan seharusnya bisa memecat Pioli minimal setelah hasil pertandingan kontra Newcastle United di Liga Champions atau maksimal di bulan Oktober nanti. Sebab, di bulan tersebut, Milan punya jadwal padat dengan laga berat, seperti melawan Dortmund dan PSG di UCL, serta Juventus dan Napoli di Serie A.

Terlepas dari itu, adalah hal yang lumrah jika kebersamaan AC Milan dan Stefano Pioli sudah seharusnya dihentikan pasca kekalahan 5-1 di Derby della Madonnina edisi ke-238. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Stefano Pioli yang menghadirkan scudetto ke-19 bagi Milan, sudah tidak banyak alasan yang bisa membuat Pioli layak diberi waktu lebih banyak.

Selain kalah 5 kali dari Inter, di tahun 2023 ini Milan juga menderita kekalahan 4-0 dari Lazio, 5-2 dari Sassuolo, 3-1 dari Udinese, bahkan kalah 2-0 dari tim degradasi Spezia. Semua kekalahan tersebut terjadi ketika Milan tak bisa bermain full team.

Pioli mungkin belum habis dan tidaklah miskin taktik. Namun yang pasti, cepat atau lambat, sifatnya yang kepala batu dan taktiknya yang tidak adaptif akan jadi masalah.

Pertanyaan yang seharusnya kita ajukan adalah kapan manajemen Milan akan mulai memikirkan Pioli sebagai sebuah masalah potensial yang bakal menghambat prestasi tim?


Referensi: Football Italia, SempreMilan, MilanReports, SempreMilan, Gazzetta, Gazzetta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *